Jumat, 28 Oktober 2011

PAKRI BAN GEUTANJOE ATJEH TANGIENG DROETEUH...?

Pagi ini begitu kubuka FB ada pertanyaan dari salah seorang teman yang bunyinya seperti ini:

Gambar © Safar Manaf
( http://www.facebook.com/XavierMan78 )
for
"Seuman Merancang Revolusi
Setelah Bertemu Kiamat"
blog
or
facebook note

Pagi ini begitu kubuka FB ada pertanyaan dari salah seorang teman yang bunyinya seperti ini:

"PAKRI BAN GEUTANJOE ATJEH TANGIENG DROETEUH...? Njoekeuh saboh sue-ue njang rajeuk that keu geutanjoe bangsa Atjeh bak masa njoe, njang wadjeb tapham uroe malam. Sabab bak djeunaweueb geutanjoe ateuh sue-ue njoe meugantung nasib bandum geutanjoe bak masa njoe,nasib keuturunan bak masa ukeue,dan nasib Nanggroe Atjeh njoe ateueh rhueng donja." (***** **** *****)

Na jawab dengan Bahasa Indonesia saja agar yang lain juga mengerti. Bagaimana kita sebagai Bangsa Aceh memandang diri kita sendiri? Na rasa pertanyaan itu lebih pantas dilemparkan kepada para Elite PA yang menganggap siapapun yang bukan pendukung PA adalah musuh, pengkhianat, bukan orang Aceh.

Dengan penandatanganan MoU Helsinki Pemerintah RI memberikan kesempatan kepada GAM untuk mengubah strategi dalam memperjuangakan aspirasinya, dari perjuangan bersenjata, bergerilya di hutan menjadi perjuangan di pentas politik dan ruang-ruang perdebatan secara demokratis.

Akhirnya tercapai kesepakatan untuk memberikan ruang bagi GAM dan masyarakat Aceh pada umumnya untuk mendirikan partai-partai politik lokal. Selain itu juga diberikan kesempatan bagi calon-calon independen yang tidak dinominasikan oleh partai politik lokal dan nasional untuk bersaing secara jujur dan terbuka dalam memperebutkan kursi pemerintahan di Aceh (Gubernur).

Partai lokal yang terbentuk dan ikut pemilu pasca penandatanganan MoU Helsinki adalah:

1. Partai Rakyat Aceh (PRA), 16 Maret 2006
    Ketua         :  Ridwan H Mukhtar
    Sekretaris    : Thamren
    Bendahara   :  Malahayati
    Kantor        :  Jalan T Iskandar No 174 Desa Lamgeulumpang, Ulee Kareng, Banda Aceh

2. Partai Aman Aceh Sejahtera (PPAS), 3 Juni 2007
    Ketua         :  Drs. H. Ghazali Abbas Adan
    Sekretaris    :  Drs. H. Nusri Hamid
    Bendahara   :  Faisal Putra Yusuf
    Kantor        :  Jalan T. Nyak Arief, No 159, Banda Aceh

3. Partai Aceh (PA), 7 Juli 2007
    Ketua         :  Muzakkir Manaf
    Sekretaris    :  M Yahya, SH
    Bendahara   :  Hasanuddin
    Kantor        :  H Tgk Imam Al-Asyi Luengbata, No 48 Banda Aceh

4. Partai Suara Independen Rakyat Aceh (SIRA), 10 Desember 2007
    Ketua         :  M Taufiq Abda
    Sekretaris    :  Arhama (Dawan Gayo)
    Bendahara   :  Faurizal
    Kantor        :  Jalan T Nyak Arief No110, Banda Aceh

5. Partai Bersatu Aceh (PBA), 27 Januari 2008
    Ketua         :  Dr. Ahmad Farhan Hamid, MS
    Sekretaris    :  Muhammad Saleh, SE
    Bendahara   :  H Ridwan Yusuf SE
    Kantor        :  Jalan Gabus No 6 Bandar Baru, Kuta Alam, Banda  Aceh

6. Partai Daulat Aceh (PDA), 1 Februari 2008
    Ketua         :  Tgk Nurkalis, MY
    Sekretaris    :  Tgk Mulyadi M Ramli, S Pd.I
    Bendahara   :  Amiruddahri
    Kantor        :  Jalan T Iskandar, Desa Lambhuk, Banda Aceh

Saat ini ada 2 Parlok yang memperoleh kursi di DPRA, yaitu PA sebanyakk 33 kursi, dan PDA 1 kursi. Sedangkan Parnas memperoleh 35 kursi. Total jumlah anggota DRPA 69 orang.

Jadi partai lokal itu isinya bukan hanya GAM, tapi juga masyarakat Aceh pada umumnya. Dan tidak mutlak mantan kombatan bergabung dalam Partai Aceh.

Kemudian bagi mantan kombatan juga diberikan kesempatan maju mencalonkan diri untuk menjadi Gubernur/Wakil Gubernur Aceh melalui jalur independen, karena tidak setiap orang merasa cocok dengan aturan yang berlaku dalam partai, apalagi bila aturannya tidak jelas dan masih mengikuti garis komando seperti dalam masa perang yang sama sekali tidak demokratis, dimana pimpinan dapat memecat anggotanya kapan saja atau membuat keputusan yang tidak boleh dibantah oleh para anggota.

6 tahun pasca penandatanganan MoU Helsinki, perpecahan di tubuh KPA dan PA tampak jelas. Di Aceh sekarang ada mantan GAM yang memihak Irwandi, ada GAM yang memihak Nazar, ada GAM yang memihak kepada Muzakir Manaf, dan GAM yang tidak memihak kepada satupun dari mereka bertiga di atas. Selain itu bermunculan para pelacur politik, kaum oportunis yang berpindah dari satu partai ke partai yang lain, mencari syafa'at di partai yang terkuat.

'Perbedaan itu rahmat' mungkin hanya berlaku untuk imam yang 4, melihat kotor dan panasnya situasi politik di Aceh sekarang. Saling jegal, saling hasut, saling menjatuhkan, itu menjadi santapan rakyat sehari-hari yang dijadikan alat untuk kepentingan politik masing-masing kelompok. Media dan ormas yang seharusnya tidak memihak malah juga ikut-ikutan terseret pada kepentingan kelompok. Ulamapun juga demikian. Semua orang sibuk berbicara tentang marwah, aturan, regulasi yang tidak jelas, tanpa tahu persis apa sebenarnya yang mereka bicarakan. Opini telah lebih dahulu terbentuk sehingga penjelasan apapun yang kita berikan ditampik.

Siapa yang dirugikan? Sudah jelas seluruh rakyat Aceh. Saat eksekutif dan legislatif bertikai, kepentingan rakyat terabaikan. Banyak PR yang seharusnya dikerjakan malah terbengkalai, seperti kewajiban DPRA untuk membuat qanun. Dari 31 rancangan qanun prioritas, hanya 2 yang sudah disahkan. DPRA terlalu sibuk perang politik dengan gubernur incumbent menjelang pilkada.

Beberapa kabupaten di Aceh juga ikut-ikutan dalam perang politik ini, takut terkena imbasnya bila tidak mendukung, takut anggaran kabupaten/kota dicoret atau tidak disahkan oleh DPRA. Mahasiswa sebagai kaum intelektual yang seharusnya memberikan pemahaman yang benar kepada masyarakat malahan juga ikut terseret dengan isu penundaan pilkada yang dilemparkan oleh DPRA dan PA.

Apakah Gubernur Aceh wajib berasal dari partai lokal yang menguasai suara terbanyak di parlemen? Tidak mesti! Karena pada saat menjabat sebagai Kepala Daerah, yang dipikirkan bukan kepentingan kelompok, tapi kepentingan 4,6 juta rakyat Aceh. Gubernur semestinya mengakomodir kepentingan seluruh rakyat, baik itu yang memilih maupun tidak memilih dia. Itulah politik yang sehat. PA sebagai parlok yang mendapatkan kursi terbanyak di DPRA seharusnya juga bersikap begitu. Buat program bersama gubernur terpilih yang tujuannya untuk mensejahterakan rakyat, bukan memaksa minta hak untuk kepentingan kelompok dengan mengatasnamakan perjuangan, karena di luar sana cukup banyak warga sipil yang tewas walaupun tidak ikut berperang.

Marilah berpolitik yang cerdas dengan tidak mengorbankan rakyat. Kasihan rakyat, saat perang menjadi korban, saat damaipun menjadi korban karena kepentingan kelompok. Jangan mengiming-imingi mantan kombatan dengan gaji bulanan agar mendapat dukungan untuk menjadi Gubernur, karena itu akan memicu konflik baru di Aceh, sebab rakyat juga punya hak untuk mendapatkan kesejahteraan. Juga tak perlu berburuk sangka bahwa bila Gubernurnya bukan dari PA maka rancangan qanun hymne dan bendera Aceh tak pernah disahkan. Siapapun yang terpilih, wajib menjalankan fungsinya sesuai aturan yang berlaku.

Aceh bukan milik PA. Aceh adalah milik seluruh rakyat Aceh. Rakyat akan mengawal apapun yang dilakukan oleh Legislatif dan Eksekutif. Jadi jangan lagi kita memandang Aceh secara terkotak-kotak. Kita pandang Aceh secara utuh dan menyeluruh. Irwandi, Nazar, Zaini, semuanya orang Aceh. Siapapun yang terpilih, wajib kita dukung. Bila ada yang salah, sama-sama kita ingatkan. Ruang untuk berdemokrasi terbuka lebar. Yang penting kita satu tujuan, menginginkan yang terbaik untuk Aceh dan rakyatnya. Jangan lagi melakukan pembohongan publik terhadap rakyat untuk kepentingan kelompok. Harus jelas, mau dibawa kemana Aceh kita. Bila ingin hidup di bawah NKRI, ikuti aturan yang ada, karena peraturan daerah tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi, yang dibuat oleh pusat. Bila ingin merdeka, tentukan sikap, jangan rakyat dibuat bingung. Karena pada prinsipnya tak ada bangsa yang tak ingin berdaulat dan tak ada manusia yang ingin diperbudak.

Mohon maaf bila ada yang kurang berkenan. Wassalam.

The Island, October 28, 2011

Selasa, 05 Juli 2011

BILA

Tombak itu telah dilemparkan
Tepat di halamanku
Tadi siang!

Seribu tanda tanya
Menghujam dada
Apa pertanda?

Bila perang itu terjadi
Kemana kau pergi
Tetap di sisi?

Sumpah, aku ingin melihat
Wajah di balik topeng
Lelaki atau banci!?

The Island, April 6, 2011