Selasa, 16 Maret 2010

Kisah Sekeping Hati

Jangan kau tusuk jantungku dengan belati cintamu, karena saat belati itu kau angkat, kau meninggalkan luka menganga bercucuran darah dan airmataku. Butuh begitu panjang ciuman di atas hamparan permadani cinta dan berjuta juta bisikan kepada sang kekasih tuk mengeringkan aliran butir butir bening dan merah itu, diuapkan dan diusapkan oleh pasir pasir waktu.

Saat kapal pecah dan kita kehilangan arah, bayang kematian yang membuatku tetap berjalan tegak melapisi serpihan serpihan berserakan yang pernah berwujud sekeping hati yang utuh. Kuharus tetap hidup demi ruh yang ditiupkan ke dalam serangkaian tulang berbalut daging yang dulunya tak lebih dari setetes air yang hina, kemudian tumbuh menjadi segumpal darah di dinding rahimku.

Takkan pernah kupinta kau kembali berlayar di kapal yang sama denganku walaupun berpeti peti upeti kau persembahkan di kakiku sebegai penyejuk hati. Basi. Berjuta mentari di galaksi pun takkan mampu melelehkan beku hatiku untukmu. Dalam hening bisu malam untaian syair syahdu kulantunkan pada sang kekasih.

The Island, Feb. 19, 2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar