Selasa, 16 Maret 2010

Suatu Senja di Sabang Fair

Senja di Sabang Fair selalu indah. Bocah bocah kecil berkejaran di sela sela ayunan dan meriam meriam tua. Suara tawanya mengalahkan pekikan camar yang terbang bersilangan di udara. Dua makhluk berbeda berbagi keriangan di bumi yang sama, menulari kebahagiaan kepada penduduk pulau di senja ini.

Seekor kupu kupu kuning terbang melintasi taman menemani langkahku menuju tembok di tepi pantai. Debur ombak terdengar lembut mengalun di pantai yang surut, malu malu menjilati hamparan koral berlumut di bawah tatapan seekor elang yang pulang ke sarang.

Sebagaimana mentari berbaik hati menemaniku bangun dari tidur lelapku yang panjang pagi tadi, senja ini kuantarkan mentari tidur di peraduannya dengan pandangan, sampai menghilang dari horizon, tenggelam di balik pegunungan, menyemburatkan bias cahaya merah muda di atas pulo rondo nun jauh di batas cakrawala.

Beberapa orang pencari keong manis turun ke pantai, berjalan berjinjit di atas karang, menakutnakuti seekor kepiting kecil yang kaget, lalu terpelanting jatuh ke dalam cerukan air di celah celah bebatuan. Capitnya yang lemah ia acungkan ke udara, ungkapan rasa kesalnya di tengah kabut tipis yang perlahan turun menyusup masuk ke dalam pori pori kulit pohon cemara.

Bulan sepotong muncul di langit, membentuk lengkung senyum manis, tak terpengaruh dengan asinnya uap air laut yang mengambang tinggi ke udara, tersaput oleh semilir angin malam yang sayup membawa serta suara azan. Ah, saatnya kupulang menggauli sajadahku.

The Island, Feb. 18, 2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar