Kekasih, apa yang sedang terjadi. Sikapmu tiba-tiba berubah padahal kita baru saja melewati hari yang indah. Kau bawakan aku gaun malam yang indah bertaburkan sulaman payet bintang. Sekilas kulihat senyummu yang kau titipkan bersama rembulan, lalu menghilang ditelan amukan awan kelam.
Kekasih, perayaan apakah itu, kembang api besar di angkasa. Cahaya silau dengan suara menggelegar menyobek langit malam, hingga tumpahlah tangisnya membanjiri bumiku. Gunungpun gemetar ketakutan, sehingga gugurlah sebagian tanah merahnya melongsori perkampungan.
Kekasih, dirimu mencuci wajah bumi dan menyingkirkan jerawat bandel di atasnya seperti aku melakukan facial di salon ternama, lengkap dengan masker dan lulur lumpurnya. Engkau menagih janji purba ya, saat kami bersumpah janji setia, takkan pernah lupa mengunjungimu sehari lima kali? Maafkan kami ya, terkadang kami lebih sering lewat di depan rumahmu dari pada menyinggahinya.
Kekasih, saat gelombang badai mereda, sumur sumur air mata terkuras habis mengering menyisakan hampa dan aku terhempas di nadi waktu, bersediakah engkau menambal luka hati, merajut rumah pelangi bersamaku, merenda jembatan ke singgasana segala?
The Island, Feb. 24, 2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar