Kamis, 27 Januari 2011

THE STAVANGER DECLARATION

Today, Sunday 21 July 2002, representatives of the Achehnese people from all over the world have gathered at the Internasjonal Hus, Starvanger, Norway, for the purpose of reaffirming our ideal and reconsolidating all the strength that we have in determining the future of our struggle for the independence of the nation of Acheh.

In relation to this we have achieved consensus on the official reconfirmation concerning:

The Nation

* That the name of the State of Acheh is Neugara Acheh (State of Acheh)
* That the name of the Government of Acheh is Peumeurintah Neugara Acheh (The Government of the State of Acheh)
* That the capital of the nation is: Kutaraja (the city now commonly known as Banda Aceh)
* That the Chief of State, Wali Nanggroe, Teungku Dr. Muhammad Hasan di Tiro, has promoted:
- Teungku Malik Mahmood, Minister of State, as the new Prime Miniter of
the State of Acheh.
- Teungku Dr. Zaini Abdullah, as also the Minister of Foreign Affairs.
- The current Information Officer of ASNLF as the Director General of
the Department of Information.
* That the State of Acheh practices the system of democracy.
* That the State of Acheh will conduct surveys on the National Resources within and outside Acheh.
* That Achehnese abroad shall increase diplomatic efforts in order to improve international relations of the State of Acheh especially in the following countries: the Scandinavian nations, the European Union nations, the North American nations, Australia and the Pacific nations.
* That the AGAM forces is now called Tentera Neugara Acheh (Acheh National Armed Forces).

The People

* That the definition of the people of Acheh is determined according to the ius sanguinis principle, while citizenship is determined by both principles of ius sanguinis and ius soli as well as the normal operation of law as usually practiced in democratic countries.
* That the State of Acheh commences the registration of Achehnese worldwide as soon as it is feasible.

Cooperation

* That the State of Acheh sets up an information database open to the public worldwide, as soon as it is feasible.
* That the State of Acheh and its NGOs continue to build cooperation with friendly and neutral NGOs worldwide.

Education

* That the State of Acheh calls on the people of Acheh to increase the level of their education, especially as concerned:
- The National Achehnese Education.
- The mastering of English and the language of the countries
where they reside.
- The improvement of their knowledge in the fields of diplomacy.
- The intensification of their knowledge on human rights.

Prepared and Issued by the Executive Committee of the Meeting of Achehnese Representatives Worldwide.


Stavanger, July 21 2002.



--------------------------------------------------------------------

DEKLARASI STAVANGER

Hari ini, Minggu, 21 Juli 2002, wakil-wakil bangsa Acheh dari seluruh dunia telah berkumpul di Internasjonal Hus, Stavanger, Norway untuk menyatukan tekad dan mengkonsolidasikan seluruh kekuatan yang dimiliki dalam menentukan masa depan perjuangan kemerdekaan bangsa Acheh.

Sehubungan dengan itu telah dicapai kesepakatan bersama mengenai::

Negara

* Nama Negara adalah Neugara Acheh (State of Acheh)
* Nama Pemerintahan Acheh adalah Peumeurintah Neugara Acheh (The Government of the State of Acheh)
* Ibukota Negara adalah: Kutaraja (Kota yang sekarang dikenal dengan sebutan Banda Aceh)
* Bahwa Kepala Negara, Wali Nanggroe, Teungku Dr. Muhammad Hasan di Tiro, telah menunjuk:

- Teungku Malik Mahmood, Menteri Negara, sebagai sebagai Perdana Menteri
Negara Acheh yang baru.
- Teungku Dr. Zaini Abdullah, merangkap sebagai Menteri Luar Negeri.
- Juru Penerangan ASNLF saat ini sebagai Direktur Jenderal Departemen
Penerangan.
* Bahwa Neugara Acheh menganut sistem demokrasi.
* Bahwa Negara Acheh akan melakukan survey terhadap berbagai sumberdaya nasional di dalam dan di luar Acheh.
* Bahwa warga Aceh yang berada diluar negeri akan meningkatkan upaya diplomatic dalam rangka memperbaiki hubungan internasional Neugara Acheh terutama dengan negara-negara berikut ini: the Negara-negara Scandinavia, Negara Uni Eropa, Negara Amerika Utara, Australia dan Negara-negara Pasific.
* Bahwa Pasukan AGAM sekarang disebut Tentera Neugara Acheh (Acheh National Armed Forces).

Bangsa Acheh

* Bahwa definisi rakyat Acheh ditentukan sesuai dengan prinsip ius sanguinis, sedangkan kewarganegaraan ditentukan oleh prinsip ius sanguinis dan ius soli sesuai norma hukum yang biasa berlaku di negara-negara yang menganut sistem demokrasi.
* Bahwa Neugara Acheh akan melakukan pendataan terhadap warga Aceh diseluruh penuru dunia secepat mungkin.

Kerjasama

* Bahwa Neugara Acheh akan menyusun database informasi yang terbuka untuk public secara luas secepat mungkin.
* Bahwa Neugara Acheh dan Lembaga Swadaya Masyarakat yang ada akan melanjutkan hubungan kerjasama dengan NGO-NGO yang bersahabat dan netral di seluruh penjuru dunia.

Pendidikan

* Pemerintah Neugara Acheh menghimbau seluruh bangsa Acheh untuk meningkatkan taraf pendidikan mereka, terutama yang meliputi:
- Pendidikan Nasional Bangsa Acheh.
- Keahlian berbahasa Inggris dan bahasa negara setempat.
- Meningkatkan pengetahuan dalam bidang diplomasi.
- Memperdalam pengetahuan dalam bidang Hak Asasi Manusia.

Disusun dan diterbitkan oleh Komite Eksekutif Rapat Perwakilan Bangsa Aceh Sedunia.

Stavanger, 21 July 2002.

(Sebagai tambahan, ini Na kutip catatan Bang Yusra Habib Abdul Gani. Semoga bermanfaat dan menjadi masukan bagi kita semua.)
-------------------------------------------------------------------------

Untuk mengelak terjadinya kesalah pahaman tentang pengangkatan Malik Mahmud sebagai Wali Nangroë yang kononnnya berdasarkan hasil "Muwafakat Bansa Atjèh Ban Sigom Donja", maka bersama ini saya sampaikan kepada khlayak umum untuk membaca dokumen resmi negara Aceh yang dikeluarkan waktu itu.

Yusra Habib Abdul Gani.

----------------------------------------------------------------------------

DEKLARASI STAVANGER

Untuk pertama sekali bangsa Acheh dari perwakilan seluruh dunia: Acheh, Malaysia, Singapura, Thailand, Australia, Amerika, Belanda, Jerman, Denmark, Sweden dan Norway telah mengadakan "Muwafakat Bansa Atjèh Ban Sigom Donja" selama tiga hari (19-21 Juli 2002) di Stavanger, Norway.

Pertemuan kali ini sangat istimewa, sebab acara tersebut dihadiri oleh Tengku Thjik di Tiro Hasan Muhammad dan aktif mengikuti Sidang selama tiga hari penuh. Sebelumnya, Stavanger juga pernah mencatat dua peristiwa bersejarah, yakni: tuan rumah "joint Seminar of the Areas Europe-Continental and Europe-British & Ireland, 29 Juli - 2 Agustus 1998. Demikian juga Pertemuan "World Federation of Methodists and Uniting Church Women issued" yang menentang pelanggaran hak asasi terhadap perempuan dan anak.

Acara dibuka tepat pada jam 9.00 pagi waktu setempat oleh Wali Negara, Tengku Thjik di Tiro Hasan Muhammad. Kemudian dibentangkan makalah: "prospek Politik dalam dan luar negara Acheh", oleh Tengku Malik Mahmood, Menteri Negara.

Dalam makalah tersebut disinggung mengenai perjuangan Acheh, yang kini sudah mamasuki periode, dimana keterlibatan asing terutama: Amerika, Inggeris, Perancis, Kanada, Norway, Sweden, Denmark dan Thailand sudah nampak serius. Para perwakilan negara asing, kerap melakukan kunjungan ke Stockholm, menjumpai Tengku Thjik di Tiro Hasan Muhammad untuk berbincang megenai cara penyelesaian konflik Acheh. Dalam setiap pertemuan, pimpinan Acheh Merdeka selalu menyatakan berpendirian yang tegas bahwa tujuan perjuangan ASNLF adalah untuk memerdekakan Acheh dari penjajahan Indonesia dan sepakat untuk menyelesaikan masalah Acheh ditempuh melalui cara damai yang sudah dirintis oleh HDC sejak tahun 2000. Jika jurus politik ini gagal, maka adu kekuatan (militer) antara Acheh-Indonesia. Acheh tidak gentar, Acheh melawan demi mempertahankan harkat-martabat dan wilayah kedaulatan hukum negara Acheh dari penjajahan Indonesia.

Sebenarnya, pergolakan yang terjadi sekarang di Acheh mempunyai efek politik, ekonomi dan pertahanan keamanan ber-skala internasional, apalagi kepentingan ekonomi Barat dan Amerika terkait langsung di Acheh. Dengan demikian, jika Barat dan Amerika inginkan stabilitas politik, ekonomi dan pertahanan keamanan tercipta secara menyeluruh di Acheh-Sumatera khususnya dan di kawasan negara-negara ASEAN umumnya, maka persoalan Acheh mesti segera diselesaikan. Jika tidak semua kepentingan asing di Acheh akan terganggu bahkan hancur, sebab Acheh sedang berperang melawan penjajah Indonesia.Oleh sebab pertimbangan- pertibangan tadi, maka pihak asing semakin menyadari bahwa masalah Acheh mesti segera diselesaikan.

Setelah selesai topik ini, barulah masing-masing perwakilan bangsa Acheh dari seluruh dunia memberi laporan mengenai aktivitas mereka yang telah, sedang dan akan dilakukan. Didapati bahwa perkara Acheh sudah merambah ke jalur politik. Misalnya di Australia, issu Acheh sudah menjadi perbincangan yang reguler dalam Parlemen, demikian juga di kalangan NGOs dan University di Australia. Hal yang sama juga berlaku di Amerika Serikat. Pendeknya semua laporan menggambarkan kemajuan perjuangan Acheh Merdeka di luar negeri dan kendala-kendala yang dihadapi.

Pada hari kedua, dibentangkan satu makalah menganai: "PELAKSANAAN DEMOKRASI UNTUK MENCAPAI KEMERDEKAAN ACHEH" oleh Tengku Adnan Beuransyah (Denmark-red). Dalam makalah ini disinggung bahwa bangsa Acheh menghargai prinsip demokrasi untuk menyelesaikan perkara Acheh. Artinya, Acheh siap menyelenggarakan referendum atau plebiscite mengikut ketentuan hukum Internasional dibawah pengawasan PBB di Acheh. Tetapi jangan sampai demokrasi itu sendiri yang akan menjahannamkan masa depan Acheh. Pada hari yang sama, Yusra Habib Abdul Gani menyampaikan makalah mengenai: "MANAGEMENT REVOLUSI", Suatu Tela'ah Umum Mengenai Perang di Acheh.

Pada hari terakhir, Tengku Dr. Zaini Abdullah, Menteri Keséhatan menyampaikan makalah: "EVALUASI PERUNDINGAN GENEVA". Pada prinsipnya Acheh Merdeka menerima formula demokrasi yang ditawarkan oleh pihak asing untuk menyelesaikan perkara Acheh secara damai. dari sudut politik, masalah Acheh dipandang sebagai salah satu agenda internasional (PBB) yang mesti segera diselesaikan. Hal ini ditandai dengan kehadiran Prof. Hurt Hanom, Prof Yuri, Prof. Dr. David Phillips, General Anthony Zinni (utusan khusus Bush untuk Timur Tengah-red) dari Amerika Serikat. Lord Avebury dan Rupert Smith bekas Wakil Ketua NATO dari Inggeris. Bekas Menteri Luar negeri Thailand (Surin Pitsuwan-red) dan Yugoslavia dan seorang wakil dari Departemen Luar Negeri Sweden. Mereka adalah barisan 'wise man' yang turut aktif menyelesaikan konflik Acheh.

Pada hari terakhir, "Muwafakat Bansa Atjèh Ban Sigom Donja" berhasil membentuk "team work" dan merumuskan beberapa keputusan politik penting antara lain:

1. Penamaan:
ASNLF yang selama ini dikenal sebagai wadah perjuangan, kini melangkah meningkat kepada institusi negara (Negara atau Pemerintah Acheh). Dengan demikian sayap militer yang sebelum ini dikenal sebagai AGAM bertukar kepada Tentara Negara Acheh (TNA).

2. Menyempurnakan Kabinet:
Jabatan Perdana Menteri Acheh pertama dijabat oleh Tengku Mukhtar Hasbi Geudông (1976-1982). Kemudian dagantikan oleh Tengku Ilyas Leubé (1982-1984). Setelah itu, jabatan Perdana Menteri kosong. Barulah dalam "Muwafakat Bansa Atjèh Ban Sigom Donja" ini, Wali Negara, Tengku Thjik di Tiro Hasan Muhammad melantik secara resmi Tengku Malik Mahmood sebagai Perdana Menteri baru menggantikan Tengku Ilyas Leubé, terhitung 21 Juli 2002, merangkap sebagai sebagai Menteri Negara sejak 1976-sekarang. Selain daripada itu, Tengku Dr. Zaini Abdullah, Menteri Keséhatan Acheh (1976-sekarang), sekarang menduduki Jabatan baru sebagai Menteri Luar Negeri, merangkap Menteri Keséhatan. Jabatan Menteri Luar Negeri sebelumnya dijabat oleh Tengku Thjik di Tiro Hasan Muhammad.

3. Claim Wilayah Kedaulatan Hukum Negara Acheh:
"Claim" negara Acheh mengikut sejarah dan hukum Internasional ada tiga sumber:
1. Wilayah Hukum Negara Acheh mengikut peta yang dibuat oleh French Map ROAYAUME D'ACHEM (Kingdom of Acheh) yang dibuat pada abad 17.
2. Wilayah Hukum Negara Acheh sesudah 7 tahun perang Acheh-Belanda, tahun 1873. English Map yang dibuat oleh Fullerton & Co. London, Dubin, & Edinburgh TAHUN 1880.
3. Wilayah Hukum Negara Acheh sesudah 10 tahun perang Acheh-Belanda, tahun 1873. English Map, dikeluarkan oleh London Grafic 22 September 1883.

4. Wilayah Hukum Negara Acheh yang berbatasan dengan Sumatera Utara sekarang.
Tuntutan Pemerintah Negara Acheh sekarang ialah wilayah kedaulatan hukum dalam point 4 (yang berbatasan dengan Sumatera Utara sekarang). Acheh tidak menggunakan hak untuk menguasai bagian wilayah Sumatera yang sebelumnya merupakan wilayah dibawah lindungan Kesultanan Acheh seperti tercantum dalam point 1, 2 dan 3. Peta tersebut dalam dilihat dalam homepage negara Acheh (ASNLF.COM atau ASNLF.NET). Belanda sendiri, dalam ultimatumnya kepada Sultan Acheh tanggal 26 Maret 1873, ialah salah satunya berbunyi:"Acheh menyerahkan semua wilayah Sumatera (wilayah kedaulatan hukum Kesultanan Siak, Asahan, Deli, Langkat & Temiang) yang berada dibawah perlindungan Kesultanan Acheh.

Jika satu saat nanti bangsa-bangsa Sumatera sepakat untuk membentuk negara confederasi Sumatera, kita akan bicarakan secara seksama demi kepentingan politik, ekonomi dan pertahanan Sumatera secara menyeluruh.

5. Ibukota negara Acheh: Kutaradja.

6. Asas Penentuan Warganegara:
Negara Acheh menganut asas Yusanguinis untuk menentukan status kewarganegaraan Acheh. Artinya: Semua keturunan Acheh adalah bangsa Acheh dan otomatis menjadi warganegara Acheh, terkecuali atas kehendak sendiri memilih kewarganegaraan lain. Lelaki atau perempuan keturunan Acheh yang kawin dengan bangsa lain dan menetap dan beranak-pinak di Acheh, pasangannya dapat menjadi waganegara Acheh mengikut ketentuan hukum yang berlaku. Demikian juga, semua orang yang bukan keturunan Acheh yang sudah tinggal dan berketurunan (beranak-pinak) di Acheh sebelum tahun 1976, akan diberi status kewarganegaraan Acheh, sesudah melalui proses pemeriksaan secara hukum.

7. Kedudukan Negara Acheh adalah "successor state" yang menganut prinsip demokrasi.
Artinya: struktur dan sistem pemerintahan negara Acheh akan ditentukan sepenuhnya oleh bangsa Acheh sendiri berdasarkan prinsip demokrasi

8. Hukum negara Acheh menganut adagium:
"ADAT BAK PO TEUMEURUHÔM
HUKÔM BAK SJIAH KUALA
KANUN BAK PUTROË PHANG
REUSAM BAK BINTARA"

Adagium hukum inilah yang telah mengantar kerajaan Acheh ke puncak kejayaannya di zaman Sultan Iskandar Muda.

9. Menyetujui terbentuknya "ACHEH SOCIOLOGICAL RESEARCH", yang struktur, staff, kantor dan alamatnya akan ditetapkan kemudian. Institut ini akan berfungsi dan berperan untuk mencari, menghimpun dan menyimpan semua dokumen mengenai Acheh dari semua sumber informasi seluruh dunia.

10. Pendidikan Acheh akan dilancarkan melalui jaringan elektronik ke seleruh penjuru dunia dimana saja bangsa Acheh berada, demi meningkatkan kesadaran hidup berbangsa dan bernegara.

11. Wali Negara Acheh, Tengku Thjik di Tiro Hasan Muhammad, sebagai kepala Negara Acheh mengeluarkan perintah hari ini ("Order of the day"). Perintah ini dikenal sebagai Deklarasi Stavanger, 21 Juli 2002, yang menyerukan kepada seluruh bangsa Acheh dimana saja berada, supaya siap sedia menghadapi perang total yang mungkin dilancarkan oleh rezim Indonesia, sebab pihak Indonesia bermaksud untuk menggagalkan perundingan damai Acheh-Indonesia yang difasilitasi HDC, Geneva dan telah mengirim serdadunya ke Acheh yang hampir 100.000 personil untuk melancarkan perang.

12. Mensensus bangsa Acheh seluruh dunia.

13. Meningkatkan usaha diplomasi di Eropah, Amerika, Afrika dan Asia tentang Acheh.

14. Keputusan yang menyangkut perkara dalaman negara Acheh, belum saatnya dipublikasikan.

Yusra Habib Abd Ghani

Atas nama 8 orang anggota Team Work,

Norway, 21 Juli 2002.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar