Kamis, 27 Januari 2011

TAPOL/NAPOL ACEH

"Apa sudah ada kabar dari menteri, dek? Apa yang menghalangi?" tanyamu padaku di pagi yang dingin berselimut kabut. Kolaborasi yang sempurna antara dinginnya udara yang membuatku kesulitan bernafas dan muatan pertanyaanmu yang memaku waktu dan menyeretku memasuki pusarannya, ke gerbang abadi yang kau ciptakan bersama sang waktu.

Aku tak bersahabat dengan dingin, membuatku merana seperti ikan terkapar di darat. Sama seperti para mantan teman seperjuangan yang membiarkanmu terkapar menggelepar di dinginnya dinding dan lantai penjara. Kebekuan hati mereka membuatmu kenyang dengan kerasnya butiran nasi di penjara yang kau lembutkan dan asinkan dengan kuah airmatamu. Ingin kusinggah semalam saja disana, tidur di pengapnya bilikmu dan makan dari piringmu untuk meresapi bagaimana rasanya menjadi dirimu, melewati detik, menit, jam, hari, minggu, bulan dan tahun yang tak pasti. Di duniamu, tak ada yang sepasti janji yang tak pasti.

Ada begitu banyak celah untuk mengeluarkanmu dari sana, tapi tak ada ketulusan dan keseriusan dalam upaya pembebasanmu. Tidak dari pihak teman, tidak juga dari pihak yang berseberangan pandangan politik denganmu. Pertanyaan itu masih tersimpan di benakku, apa sebenarnya yang menyebabkan dirimu mau berjuang mati-matian demi mereka? Orang-orang yang kemudian mencampakkan dan tidak menganggap dirimu sebagai bagian dari perjuangan mereka? Orang-orang yang berusaha mencuci diri mereka bersih-bersih dan mencari selamat sendiri? Apa yang mereka berikan selama ini? Harta? Tahta? Wanita? Dirimu tak memiliki ketiganya, kawan.

Mungkin mereka bersujud syukur saat dirimu mengaku tak mengenal mereka, menyelamatkan mereka dari tiang gantungan. Mungkin mereka bertepuk kegirangan saat dirimu menolak menandatangani dokumen yang membuat mereka menggantikan posisi dirimu di penjara. Mungkin dirimu terlalu naif, berjuang atas nama rakyat Nanggroe yang saat ini tenggelam dalam damai MoU Helsinki yang tidak sedetikpun auranya menjamah dirimu. Tidak sedetikpun. Walaupun pada butir 3.1.2. jelas tercantum bahwa narapidana dan tahanan politik yang ditahan akibat konflik akan dibebaskan tanpa syarat secepat mungkin dan selambat-lambatnya 15 hari sejak penandatanganan MoU. Tapi kalian seperti terlupakan dan tersisihkan. Kejam. Tak ada yang lebih sakit dari pada dikhianati dan ditinggalkan oleh teman seperjuangan sendiri.

Bagi yang tidak mengenal, mereka senang dirimu berada di balik jeruji besi, karena menganggap dirimu kriminal atau teroris. Ironis, karena hakim menjatuhkan putusan sesuai tuntutan Jaksa Penuntut Umum, bahwa dirimu pantas dihukum karena berjuang untuk memerdekakan Aceh, dan dijerat dengan Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP) pasal 106, 107, 108 dan Undang -Undang Darurat Nomor 12/Drt/1951. Undang-Undang anti teroris sendiri baru ada setelah Bom Bali meledak dengan diterbitkan Perpu Nomor 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, yang kemudian disahkan menjadi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 Tentang Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Menjadi Undang- Undang.

Sedangkan dalam Pasal 1 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) jelas tersimpul “ Tiada suatu perbuatan yang dapat dipidana (dihukum) sebelum ada undang-undang yang mengatur tentang suatu perbuatan tersebut (asas legalitas)“. Dari kalimat tersebut dapat diartikan suatu perbuatan baru dapat dipidana apabila telah ada aturan yang menentukan dapat dihukum atau tidaknya suatu perbuatan tersebut, hal tersebut juga bermakna “lex temporis delicti” artinya suatu perbuatan pidana hanya dapat diadili menurut undang-undang pada saat perbuatan itu dilakukan, yang dimaksud disini ialah undang-undang yang mengatur bahwa dapat dipidana atau tidaknya seseorang TIDAK BERLAKU SURUT (mundur). Jadi amat sangat bodoh dan tidak adil bila orang-orang menganggap dirimu teroris.

Celah lain untuk pembebasanmu juga terbuka dengan adanya KEPPRES Nomor 174 Tahun 1999 pasal 9 Ayat (1) dan (2) Tentang Pemberian Remisi bagi narapidana yang dikenakan pidana penjara seumur hidup yang telah menjalani hukuman lebih dari 5 tahun dan berkelakuan baik selama di Lapas, dan KEPPRES Nomor 22 Tahun 2005 Tentang Pemberian Amnesti Umum dan Abolisi kepada setiap orang yang terlibat dalam Gerakan Aceh Merdeka. Kemudian ditambah lagi dengan Surat Usulan Perubahan Pidana Penjara Seumur Hidup menjadi Pidana Penjara Sementara dari Menteri Hukum Dan HAM RI Nomor: M.HH.PK.01.01.02-01 Tertanggal 09 Februari 2008 dan juga Surat Usulan Pemberian Amnesti kepada Tapol/Napol berdasarkan KEPPRES Nomor 22 Tahun 2005 dari Dewan Perwakilan Rakyat Aceh Nomor: 330/3.368 Tertanggal 21 Juli 2008 yang ditujukan kepada Presiden Republik Indonesia. Namun sampai saat ini, itu semua tak juga mampu mengeluarkanmu dari sana sehingga membuatku berpikir bahwa peraturan memang sengaja dibuat untuk dilanggar.

Pertemuanku dengan Menkumham Patrialis Akbar di Banda Aceh pada tanggal 27 September 2010 juga tidak begitu menggembirakan. Beliau menyampaikan bahwa bila masih ada kasus pemboman di Indonesia, maka dirimu takkan pernah dibebaskan. Katanya karena pelaku pemboman yang saat ini berkeliaran dulunya pernah masuk penjara juga, dan hukuman yang dijatuhkan tidak memberikan efek jera. Aneh. Menurutku tak adil menghukum sesorang atas perbuatan yang dilakukan oleh orang lain. Mengapa koruptor kelas kakap yang pernah di tahan di Cipinang dibebaskan, sedangkan di luar sana masih banyak terjadi kasus korupsi? Bukankah itu sama saja, bahwa hukuman yang dijatuhkan tidak memberikan efek jera kepada pelaku korupsi? Negara ini betul-betul aneh bin ajaib.

Jadi, bila dirimu tanyakan kepadaku 'apa yang menghalangi?' Tanpa ragu aku akan menjawab bahwa Pemerintah, Pemerintah Aceh, Petinggi GAM, sama-sama melecehkan dan mengangkangi MoU Helsninki yang ditandatangani diatas ribuan nyawa rakyat Aceh yang telah tewas dalam badai konflik dan juga tersapu dalam gelombang tsunami 26 Desember 2004 silam. Pemerintah sendiri telah melanggar KEPPRES Nomor 174 Tahun 1999 pasal 9 Ayat (1) dan (2) dan KEPPRES Nomor 22 Tahun 2005. Menurutku tak ada ketulusan dan keseriusan dalam memperjuangkan nasib 3 (tiga) orang Tapol/Napol Aceh yang saat ini masih ditahan di Cipinang, yaitu Irwan bin Ilyas, Ibrahim Hasan dan Teuku Ismuhadi. Bila para petinggi tidak lagi peduli, jangan salahkan bila suatu ketika rakyat berbicara dengan bahasa mereka sendiri. Apapun yang terjadi, do'aku selalu menyertai hari-harimu di balik kelamnya penjara yang telah membawa terang bagi kami di Aceh. Salam.

Nanggroe, 10.10.2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar